Retret Tahunan Ursulin 2020

Keutamaan Religius Ursulin, hanya  Dalam Kesatuan dengan Kristus, Sang Mempelai

Kebiasaan baik yang dimiliki oleh Suster Ursulin adalah meluangkan waktu setahun sekali untuk mengikuti retret. Retret adalah sebuah kegiatan untuk melihat kembali perjalanan hidup selama setahun. Melihat diri artinya melakukan refleksi yang mendalam mengenai hidup rohani, hidup komunitas dan pelayanan kerasulan.

Semua Suster Ursulin memiliki hak yang sama untuk mengikut retret ini, baik suster muda, suster medior  maupun suster senior. Hal ini penting karena retret adalah bagian utama dalam hidup membiara. Retret akan membantu setiap suster untuk mundur selangkah ke belakang agar ia bisa maju dua langkah ke depan untuk berkembang dalam hidup religius.

Setiap kali retret, selalu ada seorang pembimbing yang tugasnya memberi masukan- masukan berharga berupa bahan dan point penting sebagai sarana untuk menoleh atau melihat kebelakang sejenak. Biasanya seorang pembimbing diminta dari orang yang dianggap bisa membantu dan membimbing para suster untuk masuk dalam keheningan . Kegiatan retret yang berlangsung selama 8 hari itu ada doa, mengenal spiritualitas Ursulin,  refleksi, mendengarkan materi bimbingan, wawancara, misa bersama, berdoa rosario dan lain sebagainya.

Dalam situasi pandemi tahun ini, retret bersama tetap dijalankan dengan cara virtual, yang berlangsung dari tanggal 15 - 22 November 2020. Para suster berada di komunitas masing-masing dan pembimbing juga berada di tempatnya sendiri. Pembimbing retret Ursulin tahun ini adalah Mgr Antonius Bunyamin OSC, Uskup Bandung. Dengan cara yang menarik dan mendalam, beliau membagi pengalaman rohani yang ia miliki. Dalam situasi yang berjauhan, kita tetap berdoa, misa bersama, mendengarkan konperensi bersama, sharing pengalaman dan lain sebagainya.

Tema retret tahunan para Suster Ursulin tahun 2020 adalah Membangun Komunitas dalam Kepemimpinan dan Pelayanan. Tema ini dibagi dalam sub tema perhari yang sangat menarik.

Pada hari pertama kita diajak  untuk FOKUS. Tema ini  sangat bagus. Dengan judul renungan Passion for Christ, renungan membawa para peserta retret untuk meninggalkan rutinitas, yang selau mengisi hari dari pagi sampai dengan malam dengan pekerjaan tanpa jeda. Di tengah zaman modern seperti ini ada kecendrungan kaum berjubah untuk gagal fokus dan tidak tahu prioritas atau  lebih mementingkan kehidupan jasmani dan melupakan doa serta  keheningan. Gagal fokus sebagai akibat dari mentalitas dan spritualitas nomaden yakni berpindah pindah, mengembara tanpa punya waktu untuk duduk diam merenung maupun berdoa.  Orang tidak betah berdiam diri dengan Tuhan. Jika hal  ini berlangsung lama, maka ia akan mengalami kelelahan bagaikan orang bergembira tapi hidup tak berubah. Fokus membantu kita untuk bisa memahami gerak Tuhan. Ajakan untuk diam, jangan bergerak agar bisa fokus, konsentrasi dan berakar dalam diri Yesus. Perikop wanita Samaria sangat membantu kita untuk fokus. Awalnya perempuan ini memusatkan perhatiannya pada kehidupan jasmani, tetapi  setelah bertemu dengan Yesus proses penyelamatan pun terjadi.

Renungan tentang Passion for Liturgi dan  Ekaristi pada hari kedua membantu para peserta untuk memahami dengan baik tanda nyata dari orang yang mempunyai passion for Christ. Orang yang dekat dengan Tuhan sangat bersukacita saat berada dalam upacara liturgi dan merayakan Ekaristi. Di sini ada kerinduan, ada sukacita, ada semangat besar serta akan memperoleh kepuasan rohani. Ekaristi merupakan pusat dan puncak dari liturgi yang adalah korban Yesus yang di atas salib yang dihadirkan di altar. Selain itu ia juga memiliki kepedulian pada kebutuhan orang lain sebagaimana Kristus juga peduli pada kebutuhan manusia. Perikop Yesus memberi makan 5000 orang, sangat membantu kita untuk mengerti tentang passion atau benar-benar mencintai apa yang telah kita imani yakni pengorbanan Yesus yang memenuhi keutuhanNya di atas altar suci. Orang yang telah menerima komuni akan berusaha menjadi pribadi yang berkualitas di komunitas dan membangun hidup bersama yang disemangati oleh ekaristi yakni rela dibagi-bagikan bagaikan roti kehidupan dan siap dicurahkan bagaikan anggur sukacita.

Selanjutnya dalam renungan Passion For Community ada renungan yang bagus bagaimana membangun komunitas religius yang tidak terlepas dari perayaan Liturgi Ekaristi. Diharapkan hidup komunitas religius mencontohi teladan hidup jemaat  pertama yang percaya pada Yesus dan selalu berkumpul serta tekun dalam pengajaran, selalu memecahkan roti bersama, percaya dan bersatu, berbagi kepada sesama sehingga hasilnya adalah komunitas disukai oleh semua orang dan tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. Rahasia dalam sebuah komunitas religius adalah mereka sehati dan sejiwa dalam Kristus. Tanpa itu maka komunitas religius akan hilang kereligiusannya. Ini adalah rahmat atau talenta hidup berkomunitas yang Tuhan titipkan kepada mereka yang bergabung dalam kelompok hidup bakti dengan mengucapkan tiga nasihat injili. Oleh karena itu hidup komunitas ini sangat penting dalam komunitas religius.

Passion For Family menjadi renungan retret selanjutnya. Dalam tema ini peserta retret kembali memperoleh penyadaran akan pentingnya keluarga atau family. Keluarga terdiri dari keluarga asal atau darah dan keluarga rohani. Dua model keluarga ini menjadi tantangan sekaligus mematangkan kesadaran pribadi akan komunitas. Keluarga menjadi tempat untuk olah raga, olah jiwa, dan olah roh. Ketiga hal penting ini bertumbuh seiring dengan pola pengasuhan keluarga darah dan keluarga rohani. Dalam hal ini keluarga kudus Nazaret  yang adalah tempat titipan Allah bertumbuh dan besar. Yosep dan Maria berusaha agar apa yang mereka lakukan sesuai dengan kehendak Allah. Sekian sering dalam perjalanan panggilan seorang religius keluarga asal kadang menjadi pengganggu atau menjadi duri dalam perjalanan di komunitas religius. Karena itu seorang biarawan atau biarawati kiranya menjadi kekuatan rohani bagi keluarga darah. Donasi atau partisipasi terbesar bagi keluarga asal adalah berkat rohani yakni doa dan nasihat spiritual.

Selanjutnya yang menjadi perhatian  adalah Passion For Others di mana semua kita diajak untuk berbuah di tengah masyarakat. Kekuatan yang ditimba dalam komunitas religius dan berasal dari keluarga ditularkan dengan berbuat baik kepada orang lain. Contoh orang Samaria yang menolong korban di dalam perjalanan memberi masukkan yang positif bahwa begitulah sebenarnya mengamalkan kasih. Menolong orang lain tanpa memperhatikan status dan golongan orang tertentu atau sebatas keluarga kita saja. Tanpa aksi nyata maka cinta kepada Tuhan menjadi kosong dan tak bermakna. Dengan mau keluar dari diri dan komunitas, maka kita akan menemukan banyak sesama yang membutuhkan bantuan kita.

Passion For Service adalah satu bagian penting yang harus mendapat perhatian dari komunitas religius. Pelayanan tidak saja dalam bekerja keras dan berbicara banyak hal penting tapi juga bagaimana kita menyiapkan hati kita untuk duduk dan mendengarkan DIA yang berbicara. Kata-kata yang keluar dari mulut Yesus menjadi acuan kita dalam pelayanan. Karena itu duduk dan mendengarkan  amat penting. Di mana kita bisa melakukan dua hal itu? Tentu saja dalam doa yang tak kunjung henti. Dengan mendengarkan DIA, kita menjadi paham apa  yang IA mau. Kita mengerti kehendak-NYa sehingga pelayanan kita menjadi bermakna. Contoh Maria dan Martha dalam perikop Luk 10, 38 – 42 dapat menjadi panutan hidup kita. Hal ini bukan berarti mengesampingkan peran Martha yang sibuk bekerja melayani. Sibuk melayani akan menjadi bermakna jika ada roh atau spirit yang mengiringinya. Spirit itu kita dapat dari mendengarkan DIA. Maria dan Martha menjadi dua pribadi yang perlu diseimbangkan dalam hidup bersama. Pelayanan kepada Tuhan menjadi nyata dalam kasih kepada sesama. Bekerja dan berdoa menjadi sebuah kesatuan yang seimbang.

Renungan Passion For Leadership di hari selajuntnya menjadi penting karena dalam aspek ini setiap orang dilihat kualitas hidupnya. Ketika seseroang diberi tugas dan tanggung jawab, maka reaksi dengan kualiatas yang berbeda akan muncul. Ada yang menerima dengan sungguh dan penuh totalitas, tapi ada juga yang menjalankan dengan asal-asalan. Semua itu tergantung dari rasa memiliki atau sense of belonging yang kita miliki. Renungan kali ini memberi penerangan tentang apa yang dimaksud Yesus dengan pemilik dan orang upahan. Keduanya disebut gembala tetapi dengan kualitas yang berbeda. Gembala memiliki sense of belonging yang tinggi, ia mempunyai kualitas cinta yakni agape serta berani beresiko. Sedangkan seorang upahan tak ambil pusing dengan nasib domba karena ada jarak antara keduanya, jika ada apa-apa maka ia akan lari. Sebagai seorang religius kita telah dipanggil untuk menjadi gembala dan seorang pemimpin dalam segala level, maka marilah menjadi seorang gembala atau pemimpin yang berkualitas. Gembala yang bermutu pasti akan selalu bersatu dengan tuannya yang adalah Tuhan sendiri. Maka perikop Yoh 10, 1 -21 sangat penting dan  menjadi pegangan bagi seorang gembala.

Passion For Obedience menjadi renungan penutup dalam retret bersama. Obedience itu apa? Obedience adalah ketaatan. Ketaatan menjadi prioritas bagi seorang religius. Dalam semua dimensi hidupnya, seorang religius  ia selalu terhubung pada sebuah ketaatan yang akhirnya mengarah pada Tuhan sebagai sebuah ketaatan  yang utuh pada . Dengan demikian,  apa yang dilakukan, apa yang dikatakan, apa yang diperbuat semuanya selalu berasal dari Dia yang mengutus dan bukan pada kehendak pribadi. Mari kita taat mulai dari hal yang paling sederhana seperti taat pada komitmen bersama sampai pada ketaatan yang utuh – penuh  yakni berserah pada Tuhan secara total.

Semoga spirit retret bersama yang bertema Membangun komunitas dalam kepemimpinan dan pelayanan  menjadi kekuatan yang paling berharga untuk terus melangkah bersama Tuhan dalam tugas dan pelayanan kita sehari-hari.


*Sr. Herlina-Madiun