Sinodalitas Ursulin dalam Terang Pengharapan

 

Musyawarah Provinsi OSU 2025 

Jakarta, 29–31 Juli 2025 


Dalam semangat persaudaraan yang penuh sukacita dan cinta akan perutusan, sekitar 150 Suster Ursulin dari berbagai penjuru Indonesia—Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, hingga Papua berkumpul di Jakarta untuk mengikuti Musyawarah Provinsi OSU 2025. Bertempat di Aula sekolah Santa Ursula Jl.Pos pertemuan ini  tidak hanya menjadi ruang refleksi bersama, tetapi juga momentum sinodalitas yang menyala dalam terang harapan, sebagaimana digemakan dalam tema utama: “Sinodalitas Ursulin dalam Terang Pengharapan” (Spes non Confundit – Paus Fransiskus, 2024). 

Ekaristi pembuka yang dipimpin oleh Kardinal Ignatius Suharyo memberi peneguhan bagi peserta Musyawarah bahwa  panggilan hidup religius sebagai panggilan untuk mendengarkan secara mendalam, sehingga momen perjumpaan satu sama lain menjadi momen meneguhkan iman dan pengharapan sebagai saudari sepanggilan dalam Ursulin. 

Sr. Lita Hasanah  selaku Provinsial Ursulin Indonesia membuka Musyawarah dengan mengajak semua peserta untuk melihat perjumpaan ini sebagai momen syukur dan ziarah bersama. Beliau menyapa Para Suster yang datang dari berbagai pelosok Indonesia dengan kerinduan yang sama—membangun komunitas yang mendengarkan, membarui, dan melayani dengan hati. 

Sesi pertama diawali dengan peneguhan dari Bapa Kardinal Suharyo tentang Spirit sinodalitas dimulai dari menjadi pendengar sabda dan pendengar sesama. Mendengarkan adalah langkah pertama menuju aksi: memahami, merenungkan, dan mewujudkan. Melalui Proses spiritual: mencecap (menyerap dalam hati), memahami (menimbang dengan 

nalar), melakukan (bertindak nyata dalam perutusan) peserta diajak untuk bersama menjadi pelaku Sabda. Mgr. Suharyo juga menyampaikan bahwa dalam zaman yang penuh hiruk pikuk, mendengarkan sabda dan sesama adalah bentuk kesaksian profetik yang menyentuh dunia hari ini. Selanjutnya Proses Musyawarah dipandu oleh Rm. Gandhi Hartono ,SJ, suasana musyawarah berjalan penuh sukacita dan mengalir . Senyum sapa penuh persaudaraan dan gerak tarian bersama menjadi tanda nyata bahwa perjumpaan ini lebih dari sekadar rapat rutin. Ini adalah perayaan iman dan panggilan hidup religius, di mana setiap pribadi diundang untuk “mencecap” dan “mengolah” makna panggilannya dalam terang kasih Allah. Lagu-lagu daerah dari berbagai Pulau memperkaya suasana batin peserta yang menyadarkan akan kehadiran Ursulin di berbagai belahan bumi Nusantara . Nada-nada riang ini bukan sekadar hiburan, melainkan ungkapan batin akan syukur dan kegembiraan hidup dalam perutusan. 

Refleksi yang Menyentuh: Hati, Kepala, dan Tangan 

Musyawarah ini dirancang sebagai proses sinodal yang mendalam—menggabungkan rasa, nalar, dan kehendak dalam latihan spiritual Heart – Head – Hand. Rm.Gandhi mengajak setiap peserta masuk dalam ruang batin untuk mengingat kembali pengalaman kerasulan, mencermati tantangan, dan menyusun langkah nyata untuk masa depan. Melalui film pendek “Biola”, para suster merenungkan kembali siapa diri mereka: pribadi rapuh namun dicintai, dipanggil untuk menjadi instrumen kasih dan harapan di tengah dunia. Diskusi 

kelompok berlangsung dalam suasana yang hening, jujur, dan saling mendengarkan. Tiga putaran percakapan membantu setiap suster menemukan suara hatinya dan menyatakannya dalam satu kalimat komitmen yang sederhana namun kuat: "Apa yang akan aku perjuangkan agar perutusanku lebih Soli Deo Gloria?" 

Bertolak ke Tempat yang Dalam 

Inspirasi Injil Lukas 5:1-5—“Bertolaklah ke tempat yang dalam”—menjadi lentera perjalanan hari kedua. Dalam dunia yang berubah cepat dan penuh gejolak, para suster diajak untuk tidak tinggal di tepian. Musyawarah ini adalah ajakan untuk berlayar lebih dalam, melihat realitas kerasulan dengan jujur, dan menyusun strategi penuh harapan. 

Melalui dinamika keluarga (kelompok kecil), setiap suster membaca teks Spes Non Confundit, menemukan satu kata atau frase inspiratif sebagai Point Of View (POV), dan bersama-sama memilih tiga kata kunci yang dianggap paling kontekstual dan membangun harapan. Kata-kata seperti mendengarkan, merawat, membarui, berjalan bersama, keberanian, kasih, hospitalitas muncul sebagai buah kontemplasi kolektif yang menggugah. 

Sinodalitas yang Mengakar, Harapan yang Menggerakkan 

Hari ketiga menjadi ruang penegasan. Setiap kelompok membagikan POV yang telah dirumuskan, sementara suster lain memberi apresiasi dengan menandai mana yang paling 

menyentuh dan relevan bagi masa depan karya OSU. Proses ini bukan sekadar simbolik. Ia adalah tanda bahwa sinodalitas sungguh dihidupi—bukan hanya mendengarkan, tetapi sungguh membiarkan suara Roh Kudus menuntun dalam percakapan dan pengambilan keputusan. Paus Fransiskus dalam Instrumentum Laboris (2015) mengingatkan bahwa perutusan Gereja adalah membentuk pribadi beriman dan berkarakter, yang hadir dengan jujur, penuh daya juang, dan siap berubah demi kebaikan bersama. Musyawarah OSU 2025 merespons ajakan itu dengan penuh gairah. 

Soli Deo Gloria: Kembali ke Dunia dengan Wajah Baru 

Ketika seluruh rangkaian kegiatan berakhir, para suster tidak pulang dengan tangan kosong. Mereka pulang membawa percikan api harapan, komitmen pribadi – komunitas dan karya yang diperbarui. Ada wajah-wajah yang lebih berseri, ada langkah yang lebih ringan, dan ada semangat baru untuk terus berjalan bersama Tuhan dan saudara-saudari seperutusan, bahkan di tengah tantangan zaman.  

Terimakasih kepada Sr. Reta dan Panitia Musyawarah Jakarta , juga kepada Sr. Moekti dan Para Suster Komunitas Jl. Pos beserta staff yang melayani semua peserta dengan penuh perhatian. Tidak lupa juga bagi Sr. Maria Sani , Sr. Regina Supraptiwi dan Sr. Lili Bachtiar beserta para Suster di komunitas DKI Jakarta yang menerima pesserta musyawarah dari berbagai penjuru Indonesia dengan penuh kehangatan.


Sr. Veronika Sri Andayani, OSU